Rayakan Nyepi, Ummat Hindu di Luwu Utara Arak Ogoh-ogoh

Yuk bagikan berita ini !

Sulselmengabari, Luwu Utara – Pada puncak perayaan hari nyepi, warga bali, desa Balambangi kecamatan Sukamaju, kabupaten Luwu Utara, menggelar acara Ogoh-ogoh, Jum’at (16/03/2018) .

Hari Raya Nyepi, merupakan perayaan yang digelar setiap tahun baru Saka dan menurut tanggalan Saka, saat ini kita menginjakkan tahun ke 1940.

Beberapa ritual yang dilakukan oleh masyarakat Bali ketika Hari Raya Nyepi ini terjadi adalah, Catur Brata Penyepian yang mencakup Amati Geni yang berarti tidak menyalakan api baik itu kompor, lampu maupun rokok. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengendalikan diri dari hal-hal yang bersifat negatif.

Amari Karya yang berarti tidak bekerja dan dimaksudkan untuk merenungi diri sendiri, mengevaluasi perbuatan yang pernah dilakukan sehingga kedepannya akan menjadi pribadi yang lebih baik. Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian dan tidak menganggu ketenangan orang lain. Amati Lelaguan yang berarti tidak mengadakan hiburan dan tidak bersenang-senang.

Hal yang menarik dari upacara Hari Raya Nyepi adalah ritual yang dilakukan sebelum Hari Raya Nyepi tiba, yaitu Tawur Agung Kesanga. Ritual ini bertujuan untuk mengusir atau menghilangkan pengaruh buruk Butha Kala atau roh-roh yang ada dibawah alam manusia.

Dalam pelaksanaan ritual ini, umat Hindu akan membawa ogoh-ogoh besar yang telah dibuat. Ogoh-ogoh ini merupakan perwujudan roh buruk, maka terang saja bentuk dari ogoh-ogoh yang diarak ini cukup seram.

Konon, keberadaan Bhuta Kala ini awalnya karena Bhatara Siwa mengutus 4 putranya, Sang Korsika, Sang Garga, Sang Maitri dan Sang Kurusya untuk menciptakan alam semesta. Namun mereka gagal dalam menjalankan tugasnya sehingga Bhatara Siwa murka dan mengutuk anak-anak tersebut menjadi Bhuta Kala.

Setelah semua ogoh-ogoh diarak oleh umat Hindu, kemudian mulailah ogoh-ogoh tersebut dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini dimaknai dengan membakar sifat buruk manusia. Seperti yang dilakukan umat Hindu di prosesi Tawur Agung Kesanga yeng membakar dua ogoh- ogoh yang melambangkan pencurian dan pembunuhan di depan Pura.

Pemaknaan ogoh-ogoh yang dibakar sebagai perwujudan sifat buruk dan kejahatan ini agaknya menjadi refleksi, umat manusia yang pernah berbuat jahat. Ketika ogoh-ogoh tersebut dibakar, berarti juga harus membakar niat buruk dan menghapus perbuatan jahat, agar kedepannya tidak mengulangi hal itu lagi dan menjadi pribadi yang lebih baik.

Laporan : Adi Irwansyah