Sri Rahmi Rilis Buku ‘Mawar Merah di Tapak Tauhid’

Yuk bagikan berita ini !

Sulselmengabari, Makassar – Sri Rahmi, politisi dan anggota DPRD Sulsel, melaunching buku Puisi Esai “Mawar Merah di Tapak Tauhid”, di Makassar, Senin, (31/12/2018) siang.

“Buku ini memang diniatkan diluncurkan tahun ini, karena tekad saya setiap tahun ada satu buku yang saya tulis sendiri,” katanya mengawali acara bincang buku yang dipandu oleh Anwar Faruq, Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Makaasar.

Buku puisi esai ini, menurut perempuan yang akrab disapa Bunda Sri Rahmi itu, merekem perjalanan spiritualnya ke negara Mesir, Yordania dan Palestina. Sri Rahmi yang juga Wakil Ketua DPRD Sulsel itu mengatakan, tak mau hanya melewatkan perjalanannya hanya sebatas kenangan akan keindahan tapi mau membagi kisahnya itu sebagai inspirasi bagi setiap orang untuk mau menulis. Apalagi dalam bentuk puisi esai yang masih kontroversi.

“Saya tertantang menulis dalam bentuk puisi esai justru karena kontroversinya. Dan ternyata ada sesuatu yang berbeda. Karena selain kontempelatif juga informatif lantaran ada catatan kakinya,” jelasnya.

Buku “Mawar Merah di Tapak Tauhid” merupakan buku puisi tunggal keduanya setelah tahun 2017 lalu menerbitkan buku “Perempuan yang Keluar dari Mihrab”. Buku “Mawar Merah di Tapak Tauhid” merupakan buku antologi puisi tunggal pertama di Sulsel yang bergenre puisi esai. Sebelumnya, ada buku antologi bersama puisi esai yang ditulis oleh Prof Ahmad Sewang, Fahmi Syarif, Idwar Anwar, Anis Kaba dan Rusdin Tompo.

Rusdin Tompo sebagai penyelaras atau editor buku memberi alasan mengapa diberi judul buku seperti itu. Katanya, karena penulisnya sering mengindentikkan dirinya dengan mawar merah. Kebetulan juga kota Petra yang dikunjungi dijuluki The City of Red Rose. Sementara tauhid itu adalah esensi dari perjalanan atau trip yang dilakukan.

“Karena itu mengapa di sampul buku ditulis prophetic traveler sebagai penanda bahwa ini perjalanan spiritualitas berkaitan dengan penguatan akidah,” kata Rusdin, penulis dan penyair, yang akrab dengan dunia advokasi anak. Menurut Rusdin, istilah prophetic traveler merupakan istilah baru yang dia perkenalkan dalam pengantar buku ini.

Sementara Abu Umar, pengusaha travel yang hadir sebagai pembicara mengapresiasi buku ini karena baru pertama kali ada buku perjalanan ke kota-kota yang lekat dengan sejarah Islam yang dibukukan. Apalagi dalam bentuk puisi esai.

Menurut Abu Umar, buku Sri Rahmi memuat beberapa tema besar, yakni narasi tentang tauhid, tema jihad dan pembebasan, yang dalam Islam ditempatkan dalam ruang yang khusus, sebagai panggilan sangat suci tapi sekarang jadi momok terkait terorisme. Juga tema tentang pemimpin yang punya kemampuan berbicara pada alam, apalagi ketika negara diterpa banyak musibah gempa bumi dan tsunami. Selain itu, tema penaklukan tanpa pertumphan darah, dan tema tentang ciri Islam yang selalu mengedepankan membangun peradaban.

“Buku Sri Rahmi menginspirasi kita untuk kembali membaca sejarah kemajuan Islam,” kata Abu Umar yang datang jauh-jauh dari Lampung untuk berbagi pandangannya.

Muhammad Amir Jaya, yang juga tampil sebagai pembicara menyebut Bunda Rahmi melakukan perjalanan syariat, perjalanan ilahiah dan batin, yang kemudian melahirkan buku Mawar Merah di Tapak Tauhid.

“Boleh dikata Bunda Rahmi merupakan penyair muslim perempuan di Sulsel,” kata Amir Jaya yang kerap menulis puisi-puisi bernapaskan Islam.

Bahar Merdu, penyair dan pemain teater menyebut proyeksi di tahun 2019 nanti diharapkan muncul puisi-puisi dengan beragam tema. Katanya, ke depan puisi- puisi juga mesti menyasar aspek ideologis tak hanya bicara tentang kebutuhan-kebutuhan biologis.

Yang menarik dalam acara ini hadir beberapa anak dampingan Rusdin Tompo di SD Negeri Borong. Mereka membaca puisi dan bernyanyi. Lala dan Karina membaca puisi “Darah Suci di Tanah Suci” karya Sri Rahmi. Sedangkan Adel membawakan lagu Maulana, dari penyanyi Sabyan.

Hadir dalam acara ini antara lain Yudhistira Sukatanya, Bahar Merdu, Goenawan Monoharto, Luna Vidya, DianSi, Dr Sakka Pati, Fadiah Machmud, Ida Rustam, dan Maysir Yulanwar.(*)