Makasar Punya Senjata Rahasia Lawan Banjir dan Kekeringan

Yuk bagikan berita ini !

Sulselmengabari,Makassar-  Kota Makassar menjadi contoh kota yang menggagas upaya rendah karbon dan kota yang berdaya tahan atau resilient terhadap berbagai bencana.

Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto, mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki visi jangka panjang sejak tahun lalu untuk menciptakan Makassar yang berdaya tahan.

Baru-baru ini, dalam Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) Pemkot Makassar 2024, pihaknya mengangkat tema Low Carbon City dengan Metaverse. Rangkaian kegiatan ini menunjukkan bahwa Pemkot Makassar sadar dengan isu dunia, yaitu perubahan iklim atau Climate Change.

Danny Pomanto, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa di dunia ini ada tiga kategori bencana. Bencana alam, Bencana sosial, dan Bencana penyakit.

Ketiga bencana tersebut telah terjadi, dan menurutnya, ada satu lagi bencana yang berbahaya dan disebabkan oleh ketiga bencana itu, yaitu bencana pangan.

Oleh karena itu, pihaknya bersama peneliti dari USA National Science Foundation mengembangkan Lorong Wisata sebagai salah satu city cell masyarakat untuk menciptakan daya tahan, terutama terkait pangan dan sirkulasi ekonomi.

Dia memaparkan bahwa potensi perubahan iklim begitu nyata, seperti kenaikan permukaan air laut hingga 114 cm pada tahun 2050. Angka itu pun lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian mereka sebelumnya.

Tahun kemarin, Makassar telah mengalami dua cuaca ekstrim, yaitu super el nino (bencana kekeringan) dan banjir.

Belajar dari pengalaman tersebut dan terkait dengan early warning system, Danny mengatakan bahwa timnya sudah memiliki SOP yang baik untuk mengatasi bencana tersebut.

Intinya adalah dengan pelibatan masyarakat dan melakukan engagement, kata Danny pada sela-sela acara Panel Ahli dan Pelatihan Tematik dengan tema Building City Resilience through Triangular Cooperation di Novotel, Selasa, (5/03/2024).

Pelibatan itu berupa pelayanan air melalui tangki-tangki yang sesuai SOP. Selain itu, belajar dari kekurangan listrik tahun sebelumnya, beberapa lokasi seperti sekolah dan kantor pemerintahan akan dipasang panel surya yang memanfaatkan energi matahari.

Terkait sampah di TPA yang diprediksi akan habis dalam 9 tahun, Danny memaparkan program PSEL.

“Insyaallah, Makassar akan terus berkelanjutan dengan resilient dan low carbon,” papar Danny.

Alasan Pemilihan Makassar sebagai Tuan Rumah

Agenda yang digelar oleh United Cities and Local Governments Asia-Pacific (UCLG ASPAC) melalui proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC) ini memilih Makassar sebagai tuan rumah bukan tanpa alasan.

Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC, DR Bernadia Irawati Tjandradewi, mengatakan pihaknya memilih kota Makassar karena adanya kesamaan konsep visi misi yang diinisiasi langsung oleh Wali Kota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto, yaitu ingin membangun kota resiliensi yang sombere dan smart city.

Kesungguhan itulah yang dilihat pihak CRIC sehingga memilih Makassar sebagai rujukan tuan rumah.

“Makassar ini punya konsep yang sejalan dengan yang kami bawa. Karenanya Makassar sudah paham betul bagaimana membangun kota agar bisa bertahan terhadap kejadian yang menekan ataupun bencana,” ucapnya. (*)
[6/3 07.45] Inda Purnama Humas: *10 Kota di Indonesia Belajar Bangun Kota Tangguh dari Makassar*

Makassar Jadi Tuan Rumah Pelatihan Bangun Kota Tangguh, Ada Apa Ya?

UCLG ASPAC Gelar Pelatihan di Makassar, Bahas Cara Hadapi Bencana dan Krisis Iklim

Pentingnya Membangun Makassar Kota Tangguh, Ini Kata Pakar dari Universitas Ternama Dunia

CRIC Bantu 10 Kota di Indonesia Bangun Ketahanan Bencana, Apa Saja?

Yuk, Belajar Bangun Kota Tangguh dan Ramah Lingkungan dari CRIC

Ingin Tahu Rahasia Kota Tangguh? Ikutan Pelatihan CRIC di Makassar

100 Peserta Hadiri Pelatihan Tematik dan Panel Ahli yang Digelar UCLG ASPAC di Makassar

Proyek CRIC Tingkatkan Ketahanan Kota Hadapi Perubahan Iklim Melalui Kerjasama Triangular

Tuan Rumah, UCLG ASPAC Sebut Makassar Ada Kesamaan Terkait Sistem Adaptasi Ketahanan Kota

MAKASSAR,- United Cities and Local Governments Asia-Pasific (UCLG ASPAC) melalui proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC) menyelenggarakan panel ahli dan pelatihan tematik, di Novotel, Selasa (5/03/2024).

Dengan mengangkat tema “Building City Resilience through Triangular Cooperation” ini dihadiri oleh 100 peserta yang terdiri dari perwakilan 10 kota pilot CRIC yakni Bandar Lampung, Cirebon, Samarinda, Banjarmasin, Pekanbaru, Pangkalpinang, Kupang, Mataram, Gorontalo dan Ternate serta Makassar yang menjadi tuan rumah.

Sekretaris Jenderal, UCLG ASPAC, Dr Bernadia Irawati Tjandradewi mengatakan pihaknya memilih kota Makassar sebagai tuan rumah pelaksana dikarenakan adanya kesamaan konsep visi misi yang diinisiasi langsung oleh Wali Kota Makasar, Moh. Ramdhan Pomanto yakni ingin membangun kota resiliensi yang sombere dan smart city.

Kesungguhan itulah yang dilihat pihak CRIC akhirnya memilih Makassar menjadi rujukan tuan rumah.

“Makassar ini punya konsep yang sejalan dengan yang kami bawa. Karenanya Makassar sudah paham betul bagaimana membangun kota agar bisa bertahan terhadap kejadian yang menekan ataupun bencana,” ucapnya.

Seperti bencana banjr, hujan ekstrem, topan badai, puting beliung, kekeringan, urban heat island yang bisa berakibat memperbesar kesenjangan di perkotaan.

“Hal ini menjadikan kota tidak hanya sebagai sumber masalah namun juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi dan membangun ketahanan masyarakat sebagai sumber masalah namun juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi krisis iklim,” ungkapnya.

Ia menjelaskan kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut mulai dari tanggal 5-7 Maret 2024.

Hari pertama dan kedua, seluruh peserta akan mendapatkan wawasan, praktik baik dan pembelajaran dari para ahli yang berasal dari universitas dari dalam dan luar negeri seperti ITB, Unhas, University of Gustav Eiffel, serta berbagai lembaga yang menjadi mitra proyek CRIC yakni pilot4Dev serta AHA Centre.

Tak hanya itu kota-kota yang menjadi peserta ini juga mendapatkan pelatihan guna menerapkan dan mereplikasi tools yang dikembangkan oleh mitra CRIC.

Sementara, Director Of Research University Of Gustav Eiffel, Prof. Youssef Diab mengungkapkan dialog para ahli dan sesi pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran peserta mengenai tantangan ketahanan dan hubungan antara fase persiapan menghadapi krisis, antisipasi dan manajemen krisis hingga fase rekonstruksi.

“Ini menjadi peluang pertukaran pengetahuan antara negara-negara di utara dan selatan ini sangat menarik sehingga saya tertarik dengan konteks manajemen resiko di Indonesia. Sehingga, pendekatan serta alat yang diusulkan akan mempertimbangkan interdependensi dan respons terhadap berbagai bahaya,” pungkasnya.

Sekedar diketahui, CRIC didirikan pada tahun 2020 merupakan kolaborasi antara UCLG ASPAC dan mitra, bertujuan untuk mempromosikan pembangunan perkotaan berkelanjutan, tata kelola pemerintahan yang baik dan mitigasi iklim dan adaptasi.

Di Indonesia sendiri sudah ada 10 kota yang menerapkan sistem ketahanan kota yang dibawa oleh CRIC yakni Pekanbaru, Pangkalpinang, Bandar Lampung, Cirebon, Mataram, Banjarmasin, Samarinda, Gorontalo dan Mataram. (*)